Istirahat Makan Siang
Suatu siang pada 2018.
Kamu mencoba bicara empat mata dengan orang yang kamu pikir akan menemanimu sampai tua. Kalian duduk berhadapan di lantai atas restoran yang kamu pikir akan jadi sejarah perjalanan asmara. Teh hangat yang kamu suka mulai berubah suhu tanpa perlu es batu. Siang yang terik terasa bagai tempelan cerita.
Di antara dua buah gelas berisi air pekat, tatapanmu tidak terarah karena air mata. Orang di hadapanmu tidak menjawab saat ditanyai tentang apa yang terjadi, meski sebenarnya sudah kamu pahami. Waktu istirahat makan siang seperti kian pendek dan hanya berisi suara remuk redam mimpi di kepalamu.
Kamu baru saja mengetahui bahwa dia bermain api. Kamu baru saja mendengar bahwa janji yang sudah dibuat berdua dan disimbolkan dengan ikatan kelingking tak lagi ada harganya. Kamu bahkan tenggelam dalam pikiranmu, mengingat masa-masa kamu punya banyak kesempatan untuk menyakitinya lebih dulu dan mengiyakan ajakan orang lain untuk pergi bersama, tapi kamu memilih tidak.
Coba lihat sekarang: Siapa yang terluka paling dalam? Siang ini seperti petaka. Kamu merasa tak kuasa membanting gelas berisi teh tepat ke mukanya, padahal hatimu berontak menginginkannya. Hatimu tertawa getir, bertanya-tanya kenapa selalu pada yang paling kita percayalah kita terperosok.
“Maumu apa?” tanyamu, akhirnya.
Ada jeda panjang setelah sesapannya yang terakhir kamu dengar, sebelum ia berkata,
“Kita putus saja.”
Bahkan setelah ia merusak komitmen yang selalu kamu banggakan itu, ia pulalah yang mengajukan pilihan pertama untuk meninggalkan semua yang sudah dibangun bersama.
Siang itu, kamu menahan diri menyirami kepalanya dengan air teh. Kamu menolak keinginanmu sendiri untuk menarik tangannya agar tidak pergi. Kamu memaksa dirimu bersikap tenang saat yang paling ingin kamu lakukan adalah menghujaninya dengan sumpah serapah.
Berlinang air mata, kamu pergi tanpa suara. Dengan bergegas, kamu mengambil kunci motor dan pergi ke kantor.
Iya, putus cinta memang memilukan. Namun, saat sif kerjamu tiba, kamu tak punya pilihan untuk bergegas. Cukup hatimu saja yang patah, dompetmu jangan.