Jatayu Kalah dari Rahwana, Saya Kalah dari “Jatayu”

Aprilia Kumala
3 min readMay 23, 2023

Demi lulus dari jenjang sekolah menengah pertama (SMP), saya dan teman-teman harus mengikuti ujian sekolah (US). Berbeda dengan ujian nasional (UN) yang memprioritaskan nilai tinggi, US terasa lebih mudah dan seru. Pelaksanaan US bukan hanya dalam bentuk tertulis, melainkan juga dalam bentuk praktik.

Pada mata pelajaran Bahasa Jawa, misalnya, US praktik yang diminta adalah pementasan drama berbahasa Jawa dengan teman-teman satu kelas. Maka dari itu, saya dan teman-teman bersepakat menampilkan kisah Rama dan Sinta dalam Ramayana.

Sumber: kanaljogja.id

Untuk mendapatkan nilai yang bagus, kami perlu berlatih terus-menerus. Setiap pulang sekolah, kami berkumpul untuk menghafalkan dialog. Pembagian peran dilakukan oleh dua orang di antara kami yang, selain berperan dalam drama, juga bertindak sebagai produser.

Selama berhari-hari, kami berlatih. Saya — saat itu — merasa cukup beruntung. Pasalnya, saya kebagian peran sebagai salah satu dayang. Dialog saya hanya satu baris berbunyi, “Sendika dawuh.” Sampai akhir, saya tidak perlu muncul lagi. Jika kelas kami mendapatkan nilai baik dari guru, misalnya 90, nilai itu akan diberikan sama rata kepada seluruh siswa. Artinya, dengan usaha yang sangat minim, nilai saya akan sama tingginya dengan teman yang kebagian peran penting!

Kami berlatih selama kurang lebih tujuh hari. Tidak ada masalah yang muncul selama masa latihan. Kami menyukai peran masing-masing karena sesuai dengan karakter.

Yang menjadi Rama Wijaya, misalnya, adalah teman saya sejak SD — namanya Rendi — yang memang mempunyai wajah tampan dan berkharisma. Yang menjadi Sinta adalah Putri, kawan saya yang berkulit putih, berambut tebal, dan berwajah jelita. Yang menjadi Rahwana adalah Doni, teman saya yang berbadan tinggi dan besar.

Bahkan, Rudi, teman saya yang lain, tampak sangat cocok menjadi Jatayu, burung protagonis yang akhirnya mati dalam pertarungan dengan Rahwana. Dalam cerita, Jatayu yang sudah tergeletak mati akan dikelilingi tujuh dewi dari kayangan. Sepanjang latihan, senyum Rudi tak pudar-pudar pada adegan tersebut. Rupanya, itulah alasan kenapa Rudi cocok untuk peran ini.

Masalah datang tepat satu hari sebelum penilaian: Rendi terkena cacar air. Tentu saja Rama tidak beraksi dengan cacar di sekujur tubuh, kan? Karena alasan itu, Rendi memohon izin tidak dapat masuk sekolah selama beberapa hari.

Kami semua kebingungan. Bagaimana kami bisa menampilkan kisah Rama tanpa Rama itu sendiri? Semua orang sudah menghafal dialognya masing-masing. Opsi berganti peran pun agak sulit dilakukan.

Kedua teman saya yang menjadi produser, Rudi dan Anya, menjadi yang paling khawatir. Di sela-sela istirahat latihan, mereka berdiskusi di dekat saya dan teman-teman pemeran dayang.

“Siapa, ya, yang bisa jadi Rama?”

“Jangan saya!” Rudi menyilangkan tangan di depan dadanya, seolah-olah takut Anya bakal memaksanya.

Mereka terdiam cukup lama tanpa kata-kata, terlihat berpikir keras. Saya, tanpa sadar, memperhatikan mereka yang kebingungan.

Tiba-tiba, entah bagaimana mulanya, tepat seperti adegan dalam film, keduanya menoleh ke arah saya. Keduanya menatap saya. Keduanya lalu berjalan ke arah saya, seperti sudah direncanakan.

“Li, kamu perannya jadi dayang, ya?” Anya berbasa-basi. Rudi tersenyum sok manis.

“Enggak mau jadi Rama, ya. Maaf,” jawab saya tanpa bertele-tele. Raut wajah keduanya langsung berubah.

“Ayo, dong, Li, bantuin kelas kita. Rambut kamu, kan, pendek. Cocok jadi Rama!” seru Rudi.

Saya menggeleng kencang. “Saya, kan, cewek, Di. Mana ada Rama yang cewek? Kamu aja, dong, yang jadi Rama!”

“Enggak mau! Saya mau dikelilingi cewek-cewek kayangan!”

Saya dan Rudi berdebat cukup panas. Tiga menit kemudian saya kalah argumen. Naskah sebagai Rama diserahkan kepada saya.

Pada hari itu, hari terakhir latihan kami, saya resmi ditunjuk sebagai Rama. Dalam waktu kurang dari 24 jam, saya harus menghafalkan semua dialog Rama yang panjang-panjang. Setiap kali mengingatnya, saya merasa sedikit jengkel karena kalah berdebat dari Rudi, tetapi juga tak tahan untuk tertawa!

--

--

Aprilia Kumala

Editor paruh waktu, pencinta Harry Potter penuh waktu | Penulis dengan topik manasuka ✎