Pertemuan setelah 12 Tahun

Aprilia Kumala
9 min readAug 30, 2024

Sirius Black tidak menemui Harry Potter selama 12 tahun karena terpaksa mendekam di Penjara Azkaban. Dalam kasus yang berbeda, saya tidak pernah bertemu Super Junior — atau bahkan seorang member yang paling saya gemari, Cho Kyuhyun — selama 12 tahun yang sama panjangnya.

Saya tidak didakwa menjadi pengikut Lord Voldemort, seperti Black. Namun, hidup di dunia nyata menghabiskan energi: Kamu bangun, bekerja, makan, bertemu orang-orang, pulang, tidur, lalu mengulang siklus yang sama. Di antara hari-hari itu, ada juga beberapa kesengsaraan selain bahagia. Energimu banyak dan sedikit — bergerak naik-turun begitu cepat sampai tidak membuatmu sempat memeriksa apakah Kyuhyun mengunggah foto terbaru.

Setidaknya, itu yang terjadi. Saya melihat Kyuhyun dari jauh — entah sejak kapan. Konser yang pernah saya datangi satu-satunya — yang juga dibintangi oleh Kyuhyun — adalah Super Show 4 (SS4) yang digelar tepat sehari sebelum ulang tahun saya pada 2012.

Saya melihatnya dari jauh — entah sejak kapan. Saya membaca berita soal lagu-lagu terbarunya, mendengarkan beberapa kali, lalu melanjutkan hidup yang begitu-begitu saja. Tidak ada yang spesial, tapi namanya selalu tertera di bio akun Twitter yang khusus saya buat untuk aktivitas fangirling sejak 2011 — akun yang tadinya tidak pernah saya beri tahu siapa pun.

Saya melihatnya dari jauh sejak terakhir kali kami “bertemu”. Setelah 12 tahun berlalu, tiba juga waktu berjumpa. Pada 18 Mei 2024, Cho Kyuhyun datang ke Indonesia untuk menggelar konser solonya! Lupakan soal tabungan sejenak — saya rela membobolnya untuk menciptakan memori baru.

Sebagai kenangan yang langka, saya ingin “mengawetkannya” dalam tulisan ini.

Persiapan Freebies

Konser solo Kyuhyun jatuh pada hari Sabtu. Saya sudah mempersiapkan banyak hal sejak sebulan sebelumnya: baju, topi, tas, dan printilan lainnya. Dengan penuh semangat, saya bahkan menghabiskan lebih banyak uang.

Saya berpikir untuk mempersiapkan freebies — pernak-pernik buatan penggemar yang dibagikan secara gratis kepada penggemar lainnya dalam suatu acara.

Foto-foto di atas adalah sebagian isi dari tiap pouch yang saya siapkan sebagai tempat freebies. Selain mengecek saldo tabungan, setiap hari saya juga membuka aplikasi marketplace, memastikan saya sudah membeli apa yang saya butuhkan untuk membuat freebies ini menarik.

Kenapa saya mau repot-repot membuat freebies sampai merelakan tabungan yang saya siapkan untuk membeli makan steak setiap awal bulan (iya, cita-cita saya memang sederhana)?

Jawabannya, tentu saja: Saya ingin beriklan. (terekdungces!)

Betul, saya ingin berbagi kebahagiaan dengan sesama penggemar Kyuhyun. Namun, saya juga ingin mempromosikan buku terbaru saya (saat itu): Sepasang Antagonis yang Pernah Saling Mencintai. Saya bahkan berkonsultasi dengan editor saya untuk memastikan bahwa aksi ini enggak norak-norak banget.

Di sisi lain, adik saya — setelah disuap dengan biaya makan malam yang cukup menggoda bagi anak kos — membantu saya merapikan desain kartu kecil yang bisa saya sematkan di setiap paket freebies.

Nama akun fangirling-an disensor supaya terkesan rahasia. Wkwk.

Terima kasih, Kyuhyun, sudah menjadi media untuk saya berlatih berinteraksi dengan orang-orang baru sekaligus promosi buku terbaru.

Ya, ya. Sekali promosi, tetap promosi!

Sebelum Konser

Meski konser baru dimulai sekitar pukul 7 malam, saya sudah tiba sejak pagi di lokasi — sekitar pukul 9 atau 10. Setelah menukar tiket, saya membagikan freebies dan nongkrong sebentar di fX Sudirman untuk makan siang.

Jalanan di sekitar GBK hari itu dipenuhi banyak orang. Selain konser Kyuhyun di Tennis Indoor Senayan, boyband lain — NCT Dream — juga menggelar konser pada hari yang sama di Stadion Utama. Di fX Sudirman, pengunjungnya kebanyakan mengenakan baju dan aksesoris warna hijau — penggemar NCT Dream. Saya mengantre membeli makan di belakang seseorang dengan kipas tangan bergambar foto Jeno.

Selain membagikan freebies, saya juga mendapatkannya dari penggemar lain. Beberapa dari kami sudah saling berjanji untuk bertukar freebies di media sosial X. Di lokasi konser, kami saling menginformasikan baju atau tas yang kami gunakan sebagai penanda.

“Eh, maaf …. Ini Kak A, ya?”

Seseorang menyapa saya dengan ragu. “A” adalah nama samaran dari nama samaran saya (nah, lo!) di akun khusus fangirling. Saya — agak GR — mengangguk sambil berpikir, “Wah, kok dia tahu, ya? Jangan-jangan, dia pernah baca buku saya? Saya, kan, pernah promosi juga di akun itu!”

“Wah, untung benar! Tasnya sama seperti di X, Kak!” jawabnya lagi. Rupanya, dia mengenali saya dari tas yang saya gunakan. Foto tas ini pernah saya unggah di X sebagai pengumuman bahwa saya akan membagikan freebies secara gratis.

Rasa GR saya rontok. Perassaan bersalah menjalar di tubuh saya sebagai gantinya. “Kak, maaf banget. Freebies saya sudah habis, tinggal sisa buat yang janjian untuk barter,” tambah saya.

Si Kakak — sebut saja namanya Kak L — tampak agak kecewa, tetapi dengan segera dia balas tersenyum. Katanya, “Enggak apa-apa kalau gitu, Kak.” Kami pun kembali duduk bersebelahan di tengah lokasi yang mulai ramai. Bengong.

Beberapa detik kemudian, seseorang berjalan menghampiri kami — menghampiri Kak L. Orang yang baru datang ini sepertinya sedang membagikan freebies secara acak. Karena terlalu lelah, saya tidak terlalu memperhatikan apa yang dia bawa.

“Kak, mau album ini enggak?” Orang itu mengulurkan sebuah album musik Kyuhyun kepada Kak L. Album itu bukan album terbaru, tetapi jelass dalam kondisi yang sangat baik. Kak L terkejut, saya juga terkesima. Tanpa banyak membuang waktu, Kak L mengangguk dan menerima album itu. “Terima kasih, Kak!” katanya.

Saya terpukau. Baru beberapa detik lalu Kak L kecewa karena saya tidak bisa memberinya freebies, tetapi nasib baik langsung menghampirinya — mengganti rasa kecewanya.

Kejadian itu memberi perasaan bahagia yang menular. Tuhan begitu baik — seharusnya kita tidak perlu khawatir atas apa yang menjadi ketetapan-Nya, kan?

(Mendadak relijius)

Menjelang Konser

Saya ketar-ketir saat waktu hampir menunjukkan pukul 5 sore. Pintu masuk ke Tennis Indoor Senayan akan dibuka 1,5 jam lagi, tetapi saya belum memegang lightstick.

Dalam sebuah konser K-Pop, penonton biasanya membawa lightstick untuk menunjukkan dukungan dan menyemarakkan suasana. Cho Kyuhyun, sebagai penyanyi solo, saat itu belum memiliki lightstick resmi. Maka, penonton konser ini sebagian besar membawa lightstick resmi Super Junior.

Pada konser SS4 12 tahun lalu yang saya datangi, Super Junior belum memiliki lightstick resmi. Artinya, saya pun belum pernah membeli lightstick mereka. Namun, dalam rangka ̶m̶e̶n̶g̶h̶a̶b̶i̶s̶k̶a̶n̶ ̶u̶a̶n̶g̶ ̶t̶a̶b̶u̶n̶g̶a̶n̶ mendukung konser solo Kyuhyun, saya memutuskan untuk membeli lightstick bekas (preloved) dari seseorang di X.

Orang ini — kita sebut saja dengan nama PLS (penjual lightstick) — mengaku akan datang dari Bandung. PLS dan saya akan bertemu di GBK karena dia akan menonton konser NCT Dream. Karena konser Kyuhyun dan NCT Dream sama-sama dimulai pukul 7 malam, saya menyetujui janji temu kami. Kepada saya, PLS berkata akan mengusahakan tiba pukul 5 sore.

“Hai, Kak PLS. Saya sudah di venue konser Kyuhyun. Apakah Kakak sudah sampai GBK?” tanya saya melalui pesan WhatsApp.

Tidak berapa lama, PLS menjawab, “Maaf, Kak, saya agak terlambat berangkat. Saya masih di rumah sakit, Kak. Ada operasi.”

Kepala saya nyut-nyutan karena kaget. Saya trenyuh karena beranggapan PLS sedang sakit. Hati saya jadi dipenuhi perasaan tidak enak kalau meminta PLS tetap datang ke Jakarta. Lagi pula, ini sudah hampir pukul 5!

Loh, Kak PLS sakit? Semoga cepat sehat, ya, Kak. Kalau Kakak sedang sakit, tidak perlu dipaksakan, ya, Kak.” Saya membalas pesan sambil berusaha menenangkan diri dan mengikhlaskan hilangnya kesempatan membawa lightstick Super Junior. Bagaimanapun, kesehatan adalah nomor satu.

Ponsel saya bergetar. PLS sudah menjawab.

“Bukan, Kak,” tulisnya, “Saya yang mengoperasi pasien. Hehe.”

YA ALLAH, batin saya. Rupanya saya berbalas pesan dengan tenaga kesehatan. Mantap!

“Saya sudah naik kereta cepat, Kak. Mohon ditunggu, ya,” katanya lagi. Saya membalas, “Oke,” dengan riang sekaligus penasaran. Apakah kereta cepat Jakarta — Bandung memang secepat itu?

Sekitar pukul 6 sore, PLS sudah dalam perjalanan ke GBK. Hampir sampai, katanya. Saya terpesona dengan informasi itu: Cepat banget! Dengan segera, saya bersiap-siap berjalan ke Stadion Utama dari Tennis Indoor Senayan.

Namun, meski jiwa saya ingin berjalan kaki, kaki saya rupanya menolak. Iya, iya, ini cuma alasan. Ternyata, energi saya sudah hampir habis karena bertemu dengan banyak orang saat membagikan freebies. Oke, ini alasan juga.

Di depan Tennis Indoor Senayan, beberapa ojek berjejer, menawarkan tumpangan lain ke area sekitar GBK. Saya menghampiri salah satunya dan minta diantarkan ke salah satu pintu di Stadion Utama, lalu ke tempat parkir kendaraan, sebelum akhirnya kembali lagi ke Tennis Indoor Senayan. “Agak lama mungkin, Pak, soalnya mau ketemu orang. Boleh enggak, ya, Pak?”

“Boleh, Neng. Ayo, naik!” Ojek yang saya tumpangi berjalan dengan segera. Pengendaranya — kita sebut saja Pak Ojek — membawa saya ke titik yang saya minta di Stadion Utama.

“Sebentar, Pak, saya cari orangnya dulu, ya,” kata saya sambil mengecek pesan dari PLS. Katanya, dia sudah sampai dan mengenakan kerudung cokelat. Tanda semacam itu hampir percuma karena pintu Stadion Utama dipenuhi banyak penonton NCT Dream.

Selagi mata saya menyisir sekitar, Pak Ojek berkata, “Di sini ada konser juga, ya, Neng. Penontonnya banyak anak muda. Ini penyanyinya katanya idola anak muda.”

Saya mengangguk-angguk sambil terus mencari PLS.

Pak Ojek berkata lagi, “Kalau di Tennis Indoor Senayan tadi, yang konser siapa?”

Dengan asal, saya menjawab, “Oh, kalau yang itu, sih, penyanyinya udah tua, Pak.” Maaf, ya, Kyuhyun. Wkwk.

Singkat cerita, saya sudah bertemu PLS. Pak Ojek dengan sigap mengantar saya ke tempat parkir kendaraan karena saya berniat menitipkan kotak lightstick ke jasa penitipan barang yang sudah saya sewa. Menjelang pukul 6.30, kami sudah kembali ke Tennis Indoor Senayan.

Berkat Pak Ojek, saya tidak perlu membuang lebih banyak tenaga. Saya juga tidak terlambat masuk ke lokasi!

Lightstick dan banner project untuk konser Kyuhyun (Dok. Pribadi)

Saat Konser

Konser dimulai pukul 7 malam. Saya kesulitan mendeskripsikannya dalam kata-kata — saya begitu bahagia!

Malam itu, seperti Sirius Black, saya melihat “Harry Potter” — dalam hal ini adalah Kyuhyun — kembali. Kursi saya letaknya di tribun. Jarak kami cukup jauh dan hasil foto yang saya ambil tidak menarik. Namun, saya tetap bahagia.

Saya berhasil mencapai memori yang sudah lama saya impikan.

Saya tidak merekam banyak lagu yang Kyuhyun nyanyikan. Sebagian besar waktu saya habiskan dengan melihatnya lurus-lurus dan ikut bernyanyi. Perasaan berdebar saya tidak sekencang 12 tahun yang lalu, tetapi saya tetap menikmati momen itu.

Kursi di sebelah kiri saya kosong karena terhalang tiang. Meski sepele, saya turut lega atas kenyataan itu. Setidaknya, saya hanya perlu fokus berinteraksi dengan orang di sebelah kanan saya pada waktu tertentu.

Teman baru saya itu baik sekali! Dia merekam banyak momen yang indah, termasuk saat Kyuhyun blusukan ke seluruh seksi kursi. Saya diizinkan untuk menyimpan hasil rekamannya saat Kyuhyun berjalan di depan kelompok kursi kami.

Saat konser berakhir, rasanya seperti mimpi. Saya terbayang perasaan Sirius Black yang terpaksa pergi dengan Hipogriff tanpa Harry. Entah kapan kami bertemu lagi. Apalagi, selain terbatas waktu dan uang, sekarang saya punya satu faktor lagi yang menjadi penentu: izin suami.

Ah, omong-omong soal suami, saya bersyukur karena sudah mendapatkan izin secara utuh. Saya rasa, kami mendapatkan win-win solution hari itu: Saya bisa menonton Kyuhyun, sedangkan suami saya bisa bermain gim tanpa harus saya recoki.

Perjalanan pulang selepas konser terhambat macet. Dengan kegembiraan yang berlimpah, saya mengirimi suami pesan karena begitu terharu.

Kendaraan di jalan raya bergerak dengan sangat lambat. Di antara haru di dalam mobil jemputan, perut saya mulai mengeluh minta makan. Dengan sigap, suami memberi tahu bahwa dia sudah membeli nasi kucing beserta lauk kesukaan saya.

Saya makin terharu, apalagi saat mengetahui kali ini dia tidak salah beli lauk.

Kegembiraan saya hari itu datang bertubi-tubi.

Terima kasih, 18 Mei 2024!

--

--

Aprilia Kumala

Editor paruh waktu, pencinta Harry Potter penuh waktu | Penulis dengan topik manasuka ✎